5 Tips / Trik Jitu Menulis Cerpen yang Baik dan Benar bagi Pemula
5 Tips / Trik Jitu Menulis Cerpen yang Baik dan Benar bagi Pemula - Menulis adalah suatu rutinitas bagi masyarakat. Ada yang
memanfaatkan rutinitas menulis tersebut sebagai hobi, pekerjaan, atau sebagai
syarat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kini menulis cerpen merupakan
salah satu tren bagi mereka yang meliki imajinasi tinggi dan ingin berbagi
imajinasinya dengan orang lain. Banyak sekali cerpenis yang karyanya telah
dimuat di media cetak. Bahkan ada yang dikembangkan menjadi sebuah novel dan bahkan
telah difilmkan. Hal itu membuat kita termotivasi dan penasaran bagaimana
serunya menulis cerpen dan betapa bahagianya kita balia karya tersebut mampu
menghibur orang lain.
Namun, bagi penulis cerpen pemula seperti kita, apa yang
harus dilakukan agar cerpen kita layak untuk dibaca oleh orang lain? Kita pasti
khawatir bila tulisan kita akan diejek dan membuat kita berhenti di awal
perjuangan. Mampukah kita menulis cerpen yang menarik dan berkualitas? Nah,
disini saya akan berbagi sedikit trik jitu menulis cerpen yang baik dan benar
pagi pemula.
5 Tips / Trik Jitu Menulis Cerpen yang Baik dan Benar bagi Pemula
1. Kumpulkan Sejumlah Ide
Jangan mengira bahwa satu ide yang kita pikirkan dengan
sangat lama adalah ide yang baik. Kita perlu melahirkan ide yang baik dengan
mengumpulkan beberapa ide yang kita pikirkan. Apapun ide itu, sekali pun terasa
aneh, kumpulkanlah. Dengan banyaknya ide yang kita miliki, kita bisa
mengkombinasikannya menjadi sebuah ide yang cemerlang. Proses awal ini
terkadang memang sulit dan butuh waktu yang lumayan lama. Namun, ini adalah
penentu kualitas dari cerita yang kita tulis.
2. Gali Inspirasi dari Sekitarmu
Jangan berharap berbagai inspirasi akan munucl tiba-tiba
sedangkan kita hanya terdiam tanpa usaha. Sekali pun kamu yakin bahwa inspirasi
itu mutlak pemberian Tuhan, kita tetap harus berusaha untuk mendapatkannya. Tak
perlu bersusah payah. Cukup perhatikan apa yang ada di kanan dan di kirimu. Keluarga,
teman, rumah, kamar tidur, dan lingkungan sekitar kita dapat menjadi
sumber-sumber inspirasi kita dalam menulis cerita pendek. Dengan memperhatikan
dan fokus pada apa yang hendak kita buat, maka inspirasi itu akan muncul. Bahkan,
inspirasi dapat diperoleh dengan mendengarkan curhatan dan keluhan orang lain,
misalnya saudara, teman, atau tetangga kita. Suatu kabar atau maslaah yang
sedang menjadi trending topic juga sumber inspirasi yang ampuh sebagai modal
menulis cerpen yang baik.
3. Pilih Genre yang Sesuai dengan Selera Kamu
Dalam dunia cerpen, ada beberapa genre yang berkembang,
misalnya romance, school life, mysteri, fantasy, family, dan lain sebagainya. Namun,
di antara banyak pilihan itu, untuk membuat cerpen yang baik dan menarik,
pilihlah genre yang sesuai dengan seleramu. Mengapa? Karena dengan begitu, kamu
akan lebih termotivasi untuk tetap menulis, dan kamu akan merasa nyaman saat
menulisnya. Hal ini juga akan terasa seakan-akan kamu menulis apa yang ada
dalam dirimu sendiri. Sekali pun kamu sering membaca beragam genre cerpen, ada
baiknya kamu tetap memilih genre yang benar-benar bisa kamu kembangkan menjadi
sebuah cerpen yang baik dan berkualitas sehingga terkesan menarik.
4. Tentukan Tokoh dan Karakter
Nah, sekarang cobalah untuk menetukan beberapa tokoh yang
akan kamu masukkan ke dalam ceritamu. Siapa saja di antara tokoh-tokoh tersebut
yang akan menempati peran protagonis dan antagonis. Buatlah gambaran karakter
dari masing-masing tokoh secara detail dan matang. Hal ini bertujuan agar kita
bisa menentukan alur ceritanya nanti serta mencegah terjadi banyak perubahan
ketika sedang menulis cerita tersebut. Jangan lupa untuk menentukan apa tujuan
kamu memasukkannya ke dalam cerita itu. Selain itu, tulislah keinginan dari
masing-masing tokoh yang akan mengarahkan alur cerita tersebut, misalnya
seorang anak yang ingin menjadi pemain film yang terkenal; seorang ibu yang
ingin anak-anaknya hidup bahagia sehingga harus bekerja dengan keras, atau
seorang pemuda yang selalu mengganggu teman-temannya.
5. Buatlah Rancangan Cerita
Baiklah, sekarang cobalah membuat rancangan cerita yang
menarik untuk dibaca. Mulai pikirkanlah bagaimana cerita itu akan memikat para
pembaca. Kenalkanlah tokoh-tokohmu secara perlahan dengan kata-kata yang mudah
dipahami oleh pembaca. Sebagai seorang pemula, berusahalah untuk tidak menulis
terlalu banyak kata-kata kiasan. Jangan sampai cerita kita terkesan amburadul
karena kita belum berpengalaman dalam memasukkan kata-kata kiasan karena kita berharap
cerpen kita menjadi menarik dan berkualitas. Dengan kata-kata yang sederhana,
kita sudah mampu membuat pembaca terkesan selama kita bisa menatanya secara
baik dan sesuai dengan jalan pikiran pembaca pada umumnya.
Setelah membaca 5 Tips / Trik Jitu Menulis Cerpen yang Baikdan Benar bagi Pemula di atas, cobalah membaca salah satu cerpen yang menarik
ini sambil menelaah isinya, sekaligus carilah beberapa ide dan inspirasi dari
cerpen ini.
Wanita dan Semut-semut di Kepalanya
Oleh Anggun Prameswari
Sungguh, tidak ada yang paham rumitnya isi kepala wanita
itu. Termasuk sang suami yang mengencaninya selama enam tahun, lalu menikahinya
selama enam tahun pula. Konon, pria itu tak kuat lagi menghadapi pikiran
istrinya yang selalu rumit. Ia angkat kaki setelah ribut besar dan berkata
lantang sekali sampai sepenjuru gang mendengarnya, ”Otakmu yang rumit itu,
suatu hari akan habis dimakan semut-semut.”
Para tetangga pun mulai bertaruh, apakah wanita itu akan
merutuki nasibnya, atau kalap mencari suaminya ke sepenjuru kota; jika perlu
mengetuk tiap pintu, atau mulai bertingkah tak waras. Namun, ia tetap
melanjutkan hidup seperti tak terjadi apa-apa. Ia berangkat sebelum matahari
terbit dan pulang sebelum senja; bekerja sebagai pustakawati di universitas
swasta. Setiba di rumah, ia menyeduh teh serai lalu duduk di beranda untuk
membaca buku. Tepat jam sembilan malam, ia akan masuk, mengunci pintu, dan
mematikan lampu-lampu. Di hari Minggu, ia pergi ke pasar membeli bahan makanan
layaknya istri pada umumnya. Lelah menerka, akhirnya mereka pun berhenti
bertaruh.
Sayangnya, semua berubah saat ia menemukan sepucuk surat
yang lupa diambil dari kotak di dekat pagar. Pembantunya, yang memang cuma
datang dua jam di pagi hari untuk cuci-seterika, mencuri pandang saat wanita
itu membuka amplop dengan tangan bergetar hebat. Majikannya menatap kosong ke
arah kertas, seakan matanya tengah mengunjungi tempat yang jauh.
”Bu, kok, pucat begitu?” dikumpulkannya nyali untuk
bertanya.
”Bik, bagaimana caranya membunuh semut?”
”Hah?”
”Kudengar ada kapur ajaib yang bisa mengusir semut?”
Pembantu itu makin bingung.
”Belikan selusin. Ah jangan, dua lusin saja.”
”Banyak betul. Buat apa?”
”Mengusir semut, untuk apa lagi. Sebelum mereka makan habis
otakku.”
Dengan bingung yang bertindihan, ia bergegas menuju warung.
Dilihatnya sang majikan melipat surat itu kecil-kecil sembari menatap-jelajah
seluruh sudut rumah; seakan ada yang dicari. Pembantu itu sontak teringat
sesuatu saat menutup pintu pagar; kalimat penuh amarah suami majikannya selepas
bertengkar, ”otakmu yang rumit itu, suatu hari akan habis dimakan semut-semut.”
Wanita itu baru sadar, ternyata di rumahnya ada semut.
Awalnya satu. Esok jadi dua. Lusa jadi berlipat banyaknya. Ia lihat semut-semut
itu berjajar beriringan dalam selengkung garis di dinding teras rumah. Novel
Haruki Murakami di pangkuan tak lagi menggugah seleranya. Ia mendekatkan
pandangan, mengamati benar-benar.
Semut-semut merah berpapasan, lalu kembali berjalan,
berpapasan lagi, begitu seterusnya. Dari lubang kecil di batas taman dan lantai
teras, barisan semut itu mengular sampai ke lubang kecil di dekat kusen.
Dalam hatinya bertanya, lubang sekecil itu, mana bisa
menampung semut sebanyak itu. Apa pula yang mereka katakan saat berpapasan. Apa
mereka bertukar kabar atau sedang membicarakan dirinya, yang terlampau khusyuk
mengamati koloni semut. Wanita itu terus berjongkok bak profesor peneliti
tingkah laku semut. Lupa pada senja yang beranjak. Tuli pada kasak-kusuk
tetangganya yang keheranan.
Mendadak ia teringat murka suaminya yang membahana ke
mana-mana saat itu. Ia berlari mengambil kapur ajaib. Digoreskannya melintang
pukang di jalur masuk rumahnya. Semacam mantra ajaib yang Sri Rama guratkan
mengelilingi tanah pijakan Dewi Shinta, agar tak ada yang bisa menculiknya.
Sekilas ia tersenyum lega. Malam ini tidurnya bisa nyenyak.
Namun, tak lama ia sadar. Bukankah akhirnya Dasamuka berhasil menembus
lingkaran perlindungan dan menculik Shinta? Kengerian menjalari tengkuk, seakan
semut-semut merah itu mencari jalan menembus tengkoraknya. Bersiap memakan
habis otaknya.
Semalaman, wanita itu tidak tidur. Dibeliakkannya mata
lebar-lebar. Mencari lubang setusukan batang jarum di sudut tersembunyi
rumahnya yang bisa dijadikan celah masuk semut.
Ia pun tak peduli lagi saat tetangganya bulat menyimpulkan;
kesepian telah memakan habis kewarasannya.
Semut-semut itu terus berbaris entah mana ujung dan
pangkalnya. beranda, dinding belakang rumah, dinding dapur, bahkan di dekat
jendela kamarnya, sudah takluk dikepung semut.
Ia suruh pembantunya menyapu dua kali lebih sering. Tak lagi
ia menyimpan kue untuk mengudap. Ia juga mulai makan di taman depan, agar tak
ada sisa makanan berjatuhan di dalam rumah. Tak dipedulikannya tatap iba yang
makin kentara, tiap kali ia suapkan makanan ke dalam mulut. Saat ditanya kenapa
makan di luar, ia menjawab, ”Di dalam banyak semut.”
”Apa hubungannya?”
”Nanti aku dikerubungi semut.”
”Masa takut sama semut?”
”Pernah hitung berapa ekor semut di dalam sana? Mungkin ada
lebih dari sejuta. Aku bisa dikerubungi! Bisa habis otakku dimakan,” bisiknya
sambil melahap lauk terakhir. Sorot matanya tajam dan dalam. Tetangganya
memilih pergi sambil menggelengkan kepala.
Ia pun balik melawan. Dikerahkan segala resep alami pengusir
semut yang ditemukannya di internet. Ada larutan cuka, potongan mentimun,
kantong teh mint bekas, jus lemon, air sabun, larutan garam, sampai taburan
bubuk kopi dan bedak bayi. Sayang, semuanya berkhasiat sementara. Di ujung
hari, iring-iringan semut bertambah panjang, semakin rapat.
Terlampau kesal, ia membeli sebotol obat serangga. Tanpa
peduli lagi, diarahkan penyemprotnya, mirip bazooka membombardir ke segala
arah. Titik-titik cairan menghujani dinding-dinding, meninggalkan pola basah.
Semut-semut itu akhirnya menempel tak bergerak di dinding. Melihat itu, ia
makin kalap menggerakkan tangan, menyemprot seisi rumah. Aroma obat membubung,
membekap jalur udara. Ia tak peduli. Yang penting mereka mati, tak bersisa
lagi.
Tak dinyana, tepat tengah malam, garis-garis yang dibentuk
dari barisan semut muncul kembali. Seakan mereka bangkit dari kematian, membawa
pasukan lebih banyak. Setengah tercekik aroma obat serangga, wanita itu
terkulai lemas. Terduduk dengan mata yang panas. Lelehlah segala kelelahan yang
ia simpan kuat-kuat di dada.
Andai suaminya ada di sini. Lelaki itu pasti tahu bagaimana
mengatasi ini semua. Semut-semut ini, juga kesepiannya.
Akhirnya ia berhenti berperang. Ia biarkan semut-semut itu
merambati dinding rumah. Makin banyak saja yang bertandang. Semut dari rumah
sebelah, rumah sebelahnya lagi, dan taman depan kompleks. Bahkan, semut-semut
di kantornya ikut datang ke rumah. Sengaja ia tebarkan butir-butir gula agar
mereka betah, beranak pinak, menemaninya di rumah yang terasa makin sepi
setelah pembantunya meminta berhenti karena tak tega melihat majikannya makin
gila.
Ternyata semut-semut itu memahaminya. Mendengarkannya
bercerita. Persis suaminya. Pria itu begitu perhatian, telaten mendengarkannya.
Satu-satunya yang bertahan di sisinya, menghadapinya, meladeninya.
Pria itu lelaki sederhana. Ia wanita rumit yang jatuh cinta
padanya. Tiap ia membuat isi kepalanya semrawut entah oleh apa, pria itu
cepat-cepat menyederhanakannya. Dengan pelukan dan ciuman. Seakan bibir pria
itu mengandung xanax yang segera mengurai kegelisahannya yang mirip buntal
benang wol.
”Kalian tahu, aku mencintainya,” ujar wanita itu lirih
serupa embus angin. Semut-semut itu hening mendengarkan. ”Aku merindukannya. Ia
suka sekali memelukku dari belakang sampai aku jatuh tertidur.”
Tak ada jawaban. Hanya ada derap kaki-kaki semut.
”Suatu hari, ia bilang ia lelah. Katanya aku terlalu rumit.
Padahal, aku cuma bertanya, apa jadinya kalau suatu hari ia bertemu wanita yang
mirip dirinya. Sederhana. Tak banyak bertanya. Jarang mengkhayal. Tak gemar
menumbuhkan cerita-cerita di kepala, tentang kemungkinan-kemungkinan, juga
perkiraan. Apakah ia akan jatuh cinta pada wanita itu? Apa ia akan berpaling?
Kalaupun meningggalkanku, apa ia masih akan merindukanku? Diam-diam
membayangkanku saat bercinta dengan wanita itu.”
Kini dinding tak terlihat lagi warnanya. Rata dipenuhi
semut-semut yang berdatangan dari pelosok negeri. Mendengarkan dongengnya
sembari mengudap butir gula dan remah makanan yang sengaja ia tebarkan.
”Awalnya ia tak menjawab, tapi aku bersikeras. Bukankah
wanita sederhana itu selalu ada? Mungkin lebih banyak di mana-mana. Aku bilang
kepadanya, ia tampan dan pintar. Perempuan kelak mendatanginya, satu demi satu,
lama-lama jadi seribu, mengerubunginya seperti semut mengepung gula-gula. Aku
harus yakin bahwa ia akan tetap mencintaiku. Aku terus saja bertanya, sampai
akhirnya ia lelah. Pergi dan menyumpahi otakku habis dimakan semut.”
Wanita itu terkekeh. Matanya nampak lelah. Dengan langkah
gontai, ia berjalan menuju kamar dan merebahkan tubuh. Semut-semut itu
mengikutinya, melapisi perabotan dan setiap permukaan rumah, seakan semua
ditutup beledu merah kehitaman.
”Mungkin wanita sederhana itu benar-benar ada. Bisa jadi karena
itulah ia pergi. Bukan karena ia lelah mencintaiku. Bagaimana menurut kalian?”
Semut-semut merangsek merambati ranjang.
”Atau mungkin ia bukannya menyumpahiku. Mungkin ia berdoa
aku tak lagi rumit. Menjadi lebih sederhana agar lebih mudah dicintai. Kalian
setuju?”
Mereka terus naik ke tubuhnya. Ujung kaki, ujung tangan,
rambut, perut, entah bagian manalagi yang tersisa.
”Boleh kuminta tolong, maukah kalian habiskan isi otakku
yang rumit?”
Esok hari, kompleks itu gempar. Tubuh seorang wanita
kesepian ditemukan tak bernyawa. Aroma busuk makanan yang sengaja disebar
berbaur dengan uap obat serangga yang memenuhi rumahnya.
Suara-suara tetangga yang membubung sekejap diam saat
sesosok tiba di rumah berpenghuni malang itu. Entah sudah berapa bulan lelaki
itu tak muncul. Sejak ribut besar dan menyumpahi istrinya dengan lantang.
Wajahnya pucat. Dalam hati ia mengumpat, andai waktu itu ia
tak mengirimkan surat gugatan cerai. Andai ia tak menyumpahinya. Andai ia tak
lelah mencintai wanita berpikiran rumit itu. Ah tidak, andai sejak awal ia tak
jatuh cinta kepadanya.
Ia memeluk istrinya terakhir kali. Ujung jari wanita itu
menggenggam surat gugatan cerai yang lusuh karena terlalu sering dipegang.
Tertahan, isaknya menyayat hati. Saking merananya, lelaki itu tak menyadari tak
ada seekor semut pun nampak di dinding rumah itu.
*Ilustrasi Karya : Putri Fidhini
*Terbit di Harian Kompas pada 2 Maret 2014
Demikianlah artikel 5 Tips / Trik Jitu Menulis Cerpen yangBaik dan Benar bagi Pemula. Cobalah memulai menulsi cerpen secara bertahap agar
tulisanmu menjadi cerpen yang menarik dan berkualitas. Selamat mencoba. “Akulah
Penulis!” ^_^
Comments
Post a Comment